makalah tentang historiografi sejarah
hai sobat sejarah, kali ini gue bakalan posting tentang penulisan sejarah/historiografi untuk memudahkan kalian dalam mengerjakan tugas kuliah maupun tugas sekolah. . . semoga bermanfaat
DAFTAR
ISI
DAFTAR
ISI............................................................................................................ 1
BAB
I PENDAHULUAN....................................................................................... 2
1.1 LATAR
BELAKANG....................................................................................... 2
1.2 RUMUSAN
MASALAH.................................................................................. 2
1.3 TUJUAN............................................................................................................ 2
1.4 MANFAAT........................................................................................................ 2
BAB
II PEMBAHASAN........................................................................................ 3
2.1
PENGERTIAN HISTORIOGRAFI.................................................................. 3
2.2
KELEMAHAN DALAM HISTORIOGRAFI................................................. 3
2.3
SUBYEKTIFITAS HISTORIOGRAFI............................................................ 4
2.4
JENIS-JENIS HISTORIOGRAFI..................................................................... 6
2.5
TUJUAN HISTORIOGRAFI............................................................................ 8
2.6
MANFAAT HISTORIOGRAFI....................................................................... 9
BAB
III PENUTUP................................................................................................ 10
3.1
KESIMPULAN................................................................................................. 10
DAFTAR
PUSTAKA............................................................................................. 11
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Historiografi
mulai ada dan dikenal oleh manusia pada dasarnya sejak manusia mengenal tulisan
atau ketika manusia memasuki zaman sejarah. Ketika manusia mengenal tulisan,
pada dasarnya mereka sudah tumbuh kesadaran untuk menulis tentang jati dirinya
sebagai manusia dalam keluarga dan hidup berbangsa bernegara.
Fakta-fakta sejarah adalah bagaikan kepingan-kepingan
suatu botol yang pecah. Pecahan-pecahan itu berserakan dimana-mana. Oleh
sejarawan kepingan-kepingan (fakta) itu dikumpulkan satu persatu lantas
kemudian disusun kembali menjadi bentuk aslinya. Dalam penyusunan kepingan
(fakta) tersebut, sejarawan tuangkan dalam bentuk tulisan atau cerita yang
sering disebut dengan historiografi (penulisan sejarah).
Pada tahap penulisan, peneliti
menyajikan laporan hasil penelitian dari awal hingga akhir, yang meliputi
masalah-masalah yang harus dijawab. Tujuan penelitian adalah menjawab
masalah-masalah yang telah diajukan. Penyajian historiografi meliputi (1)
pengantar, (2) hasil penelitian, (3) simpulan. Penulisan sejarah sebagai
laporan seringkali disebut karya historiografi yang harus memperhatikan aspek
kronologis, periodisasi, serialisasi, dan kausalitas.
1.2 Rumusan Masalah
Dari
latar belakang diatas, maka rumusan masalahnya antara lain:
1. Pengertian dari historiografi?
2. Jenis-jenis historiografi?
3. Bagaimanakah fungsi, tujuan, prinsip serta
kelemahan dari historiografi?
4. Problematika Historiografi di Indonesia
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah
ini untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan historiografi, jenis-jenisnya,
fungsi, tujuan, prinsip beserta kelemahan historiografi. Agar lebih memahami
mengenai historiografi.
1.4 Manfaat
Sebagai pengembangan ilmu
pengetahuan tentang historiografi serta digunakan sebagai acuan dalam penulisan
sejarah.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Historiografi
Historigrafi terbentuk dari dua akar
kata yaitu history dan grafi. Histori
artinya sejarah dan grafi artinya tulisan. Jadi historiografi artinya adalah
tulisan sejarah, baik itu yang bersifat ilmiah (problem oriented) maupun yang
tidak bersifat ilmiah (no problem oriented). Problem oriented artinya karya
sejarah ditulis bersifat ilmiah dan berorientasi kepada pemecahan masalah
(problem solving), yang tentu saja penulisannya menggunakan seperangkat metode
penelitian. Sedangkan yang dimaksud dengan no problem oriented adalah karya
tulis sejarah yang ditulis tidak berorientasi kepada pemecahan masalah dan
ditulis secara naratif, juga tidak menggunakan metode penelitian.
Historiografi merupakan tahap
terakhir dalam penyusunan sejarah. Disini diperlukan kemahiran mengarang oleh
seorang sejarawan. Ada cara-cara tertentu yang perlu sekali diperhatikan oleh
sejarawan dalam menyusun ceritera. Dengan kata lain, penulisan atau penyusunan
ceritera sejarah memerlukan kemampuan-kemampuan tertentu untuk menjaga standart
mutu dari ceritera tersebut. Seperti misalnya prinsip serialisasi(cara-cara
membuat urutan-urutan peristiwa), yang mana memerlukan prinsip-prinsip seperti
kronologi (urutan-urutan wakutnya), prinsip kausasi (hubungan dengan sebab
akibat) dan bahkan juga kemampuan imajinasi: kemampuan untuk menghubungkan
peristiwa-peristiwa yang terpisah-pisah menjadi suatu rangkaian yang masuk akal
dengan bantuan pemgalaman, jadi membuat semacam analogi antara peristiwa
diwaktu yang lampau dengan yang telah kita saksikan dengan mata kepala sendiri
diwaktu sekarang, terutama bagi peristiwa-peristiwa yang sulit dicarikan dasar
kronologi dan kausasih dalam perhubungannya (G.J. renier,dalam karya IG widya.
Ibid: 24-25).
2.2. Kelemahan Dari Historiografi
Adapun dalam penyusunan
historiografi mengalami hambatan-hambatan yang disebabkan oleh kelemahan dalam
penulisan sejarah (historiografi) yaitu:
1) Sikap pemihakan sejarawan kepada
mazhab-mazhab tertentu.
2) Sejarawan terlalu percaya kepada penukil
berita sejarah.
3)
Sejarawan gagal menangkap maksud-maksud apa yang dilihat dan didengar
serta menurunkan laporan atas dasar persangkaan keliru.
4) Sejarawan memberikan asumsi yang tak
beralasan terhadap sumber berita.
5) Ketidaktahuan sejarawan dalam
mencocokkan keadaan dengan kejadian yang sebenarnya.
6)
Kecenderungan sejarawan untuk mendekatkan diri kepada penguasa atau
orang berpengaruh.
7) Sejarawan tidak mngetahui watak berbagai
kondisi yang muncul dalam peradaban.
2.3. Kesubyektifitas Historiografi
Walaupun historiografi adalah
langkah terakhir dalam sebuah penelitian yang menggunakan metode sejarah, namun
menurut Soedjatmoko dalam bukunya An Introduction to Indonesia Historiography
(1968) seperti yang dikutip dalam Poespoprodjo (1987:1), historiografi adalah
langkah terberat karena dalam langkah terakhir ini lah pembuktian metode
sejarah sebagai suatu bentuk disiplin ilmiah. Adapun menurut Arthur Marwick
dalam The Nature of History (1971) dalam Poespoprodjo (1987:1), hingga
historiografi, langkah-langkah metodologis yang dikerjakan oleh sejarawan pada
umumnya diterima sebagai langkah yang memiliki validitas objektivitas ilmu.
Tapi, langkah selanjutnya disebut art atau seni sehingga sejarah sesungguhnya
tidak mungkin objektif. Padahal sejarah sebagai sebuah ilmu dituntut memiliki
objektivitas.
Mengapa sejarah tak mungkin
objektif? Karena sejarah sudah memakai interpretasi dan seleksi. Interpretasi
dapat berarti sejarah menurut pendapat seseorang dan seleksi dilakukan dalam
memilih fakta-fakta sejarah yang akan dikaji dalam sebuah penelitian dengan
metode sejarah. Interpretasi dan seleksi mau tak mau harus melibatkan pendirian pribadi peneliti.
Fakta sejarah yang dibutuhkan dalam historiografi harus diolah terlebih dahulu
oleh peneliti sejarah dari data-data sejarah. Dalam hal ini E.H. Carr dalam bukunya
What is History (1970), mengungkapkan fakta sejarah tidak mungkin dapat
objektif karena kumpulan data sejarah hanya dapat disebut sebagai fakta sejarah
apabila diberi arti oleh peneliti. Maka, dalam sebuah penelitian yang memakai
metode sejarah, subjektivitas tidak dapat dielakkan.
Poespoprodjo (1987) mengungkapkan
subjektivitas dalam sebuah penulisan sejarah adalah ‘halal’ karena tanpa
subjektivitas maka tidak akan pernah ada objektivitas. Lebih lanjut,
Poespoprodjo menyatakan yang tidak diperbolehkan mempengaruhi sebuah penulisan
sejarah adalah adanya unsur subjektivisme. Ia mengingatkan perlunya memisahkan
arti dari subjektivitas yang akan mengarah pada objektivitas dengan
subjektivisme. Menurutnya, dalam subjektivisme, objek tidak dinilai sebagaimana
harusnya, namun dipandang sebagai ‘kreasi’, ‘konstruksi’ akal budi. Berpikir
disamakan dengan menciptakan, bukan membantu kebenaran keluar dari
ketersembunyiannya (Pospoprodjo, 1987:23). Agar lebih mudah dimengerti,
subjektivisme adalah kesewenangan subjek dalam mengadakan seleksi,
interpretasi, dalam menyusun periodisasi, namun kesewenangan tersebut tidak
bertumpu pada dasar yang dapat dipertanggungjawabkan, sedangkan subjektivitas
sangat erat hubungannya dengan kejujuran hati dan kejujuran intelektual. Hal
inilah yang akan membuat seorang peneliti sejarah membuat simpulan-simpulan dan
hipotesis berdasarkan argumentasi yang kuat. Salah satu contoh subjektivitas
yaitu ketika peneliti sejarah melakukan kritik ekstern dan intern terhadap
sumber atau pengarang/pembuat dokumen. Dalam kegiatan heuristik dan kritik,
serta melakukan perbandingan dengan sumber lainnya, seorang peneliti sejarah
akan memakai teori-teori. Hal ini lah yang dimaksud dengan subjektivitas.
Poespoprodjo (1987:39) mengungkapkan
ada tiga hal yang dapat mempengaruhi subjektivitas peneliti sejarah yang akan
membantu menuju objektivitas yakni :
1. Peranan Human Richness
Keberhasilan sebuah karya sejarah
sangat bergantung pada seluruh disposisi intelektual sejarawan atau peneliti
sejarah tersebut. Oleh karena itu merupakan sebuah syarat bahwa seorang
peneliti sejarah atau sejarawan mempunyai suatu filsafat manusia yang sehat,
terbuka terhadap nilai kemanusiaan, dan terbuka terhadap segala koreksi
(Poespoprodjo, 1987:40).
Seorang sejarawan atau peneliti
sejarah dalam penelitiannya tidak hanya bertemu dengan beribu fakta, a matter
of indicative, tetapi juga beribu nilai, imperatif. Untuk dapat menangkapnya
dengan tepat, seorang peneliti sejarah harus mampu mendalami permasalahan,
masalah nilai, sehingga dapat diperoleh skala yang tepat mengenai nilai-nilai
moral, budaya, politik, religius, teknik, artistik, dan sebagainya
(Pospoprodjo, 1987:41).
Jika seorang peneliti sejarah tidak
peka terhadap beragam hal yang berasal dari beragam bidang dan sektor
kehidupan, maka bukan tidak mungkin ia tidak akan bisa menangkap peristiwa
sejarah tersebut sebagaimana mestinya, maka objektivitas pun akan sulit
dicapai. Maka, benarlah apa yang dikatakan oleh
Jaques Maritain bahwa semuanya berpulang pada kekayaan intelektual yang
dimiliki oleh individu peneliti sejarah atau sejarawan.
2. Titik Berdiri
Cara seseorang untuk memandang
sebuah objek akan berbeda satu sama lain akibat titik berdiri yang berbeda.
Masing-masing akan melihat dan memberikan persepsi terhadap objek sesuai dengan
apa yang ia lihat dari titik di mana ia berdiri. Dalam hal ini, masing-masing
persepsi tentunya akan berbeda dan tidak akan ada yang salah dan yang benar.
Dengan mengidentifikasi titik di mana kita beridri, kita juga akan bisa
mengidentifikasi sikap dalam keadaan titik berdiri tertentu itu. Adalah diri
kita sendiri yang tahu tentang argumentasi kita mengapa akhirnya kita bersikap
seperti itu dalam titik bediri tertentu.
Hubungan ilustrasi di atas dengan
kegiatan penelitian sejarah bahwa kegiata interpretasi bukan kegiatan yang
dilakukan atas kesewenangan subjek. Ketajaman dan kecermatan subjek dalam
melakukan interpretasi harus terpenuhi agar dapat mencapai objektivitas.
Menurut Gordon Leff dalam History and Social Theory (1969:126) yang dikutip
dalam Poespoprodjo (1987:48), interpretasi yang dapat diterima dan memenuhi
obejktivitas harus memenuhi tiga syarat.
3. Mengenal Sumber Distorsi
Seorang peneliti sejarah atau
sejarawan seharusnya mengenali sumber-sumber distorsi yang dapat mengganggu
subjektivitas dirinya. Sumber distorsi yang berasal dari dalam diri sendiri
dapat diketahui dengan mempertanyakan kedalaman subjektivitas diri.
Dengan mengenal diri sendiri, maka
niscaya tersadarilah bahwasanya subjektivitas merupakan simpang jalan dunia
subjek dan dunia objek. Ini merupakan kesadaran utama. Jika kita tatap lebih
lanjut, maka kita akan memasuki kedalaman subjektivitas, yakni kedalaman
kemerdekaan (untuk mengakui atau menolak, apakah saya merdeka betul tidak
diikat oleh sesuatu sehingga bisa mengatakan sesuatu sebagaimana mestinya dan
sebagainya), kedalaman kritik diri (apakah saya tidak membohong,
memutarbalikkan kenyataan yang ada, apakah tahu betul apa yang dihadapi, apakah
reserve tidak perlu dibuat dan sebagainya), penyesuaian pada tuntutan-tuntutan
objek (objek tertentu hhanya dapat dijumpai dengan semestinya bila menggunakan
metode tertentu, objek yang eenmalig contingent, lain dengan objek yang dapat
direproduksi sewaktu-waktu, dan sebagainya) (Poespoprodjo, 1987:56).
2.4. Jenis-jenis Historiografi
1. Historiografi Tradisional
Historiografi tradisional adalah
karya tulis sejarah yang dibuat oleh para pujangga dari suatu kerajaan, baik
itu kerajaan yang bernafaskan Hindu/Budha maupun kerajaan/kesultanan yang
bernafaskan Islam tempo dulu yang pernah berdiri di Nusantara Indonesia.
Seperti kita ketahui di Nusantara Indonesia, bahwa sejak awal bangsa Indonesia
memasuki zaman sejarah, diiringi pula dengan berdirinya kerajaan-kerajaan
terutama yang dominan dipengaruhi oleh budaya Hindu dan Budha.
·
Ciri-Ciri Historiografi Tradisional
1. Regio sentris, artinya segala
sesuatu dipusatkan pada raja atau keluarga raja (keluarga istana).
2.
Bersifat feodalistis-aristokratis, artinya yang dibicarakan hanyalah kehidupan
kaum bangsawan feodal, tidak ada sifat kerakyatannya dan tidak memuat riwayat
kehidupan rakyat, tidak membicarakan segi-segisosial dan ekonomi dari kehidupan
rakyat.
3.
Regio magis, artinya dihubungkan dengan kepercayaan dan hal-hal yang gaib.
4.
Tidak begitu membedakan hal-hal yang khayal dan hal-hal yang nyata.
5.
Bersifat regio-sentris/etnosentrisme (kedaerahan), maka historiografi
tradisional banyak dipengaruhi daerah, misalnya oleh cerita-cerita gaib atau
cerita-cerita dewa di daerah tersebut.
6.
Raja atau pemimpin dianggap mempunyai kekuatan gaib dan kharisma.
7.
Sebagai ekspedisi budaya maksudnya sebagaisarana legitimasi tentang jati
dirinya dan asal-usulnya yang dapat menerangkan keberadaannya dan memperkokoh
nilai-nilai budaya yang dianut.
8.
Oral tradition Historiografi jenis ini di sampaikan secara lisan, maka tidak
dijamin keutuhan redaksionalnya.
9.
Anakronistik Dalam menempatkan waktu sering terjadi kesalahan-kesalahan,
pernyataan waktu dengan fakta sejarah termasuk di dalamnyapenggunaan kosa kata
penggunaan kata nama dll. Pada masa kerajaan-kerajaan Hindu-Budha penulisan
sejarahnyacontohnya seperti Kitab Mahabrata dan Ramayana. Sedangkan pada
masakerajaan-kerajaan Islam sudah dihasilkan karya sendiri, bahkan
sudahmenerapkan sistem kronologi dalam penjelasan peristiwa sejarahnya.
·
Tujuan dari Historiografi Tradisional
adalah:
1. Untuk menunjukkan kesinambungan yang
kronologis
2. Untuk meningkatkan solidaritas dan
integrasi di bawah kekuasaan pusat
3.
Untuk membuat simbol identitas baru Untuk menghormati dan meninggikan
kedudukan raja, dan nama raja, serta wibawa raja.
2.
Historiografi Kolonial
Historiografi
Kolonial sering di sebut sebagai Eropa Sentris, yang berasal dari karya-karya
yang ditulis orang-orang Belanda.
Ø Ciri-ciri Historiografi Kolonial
1.
Penulisan sejarahnya biasanya berisi tentang kisah perjalanan atau petualangan
untuk menemukan daerah-daerah baru untuk dijadikan kolonialnya (jajahannya).
2.
Tulisan mereka lebih merupakan sarana propaganda untuk kepentingan mereka (Belanda)
dan sekaligus untuk mengendurkasemangat perlawanan bangsa Indonesia.
3.
Bersifat Belanda Sentris, kepentingan kolonial sangat mewarnaiinpretasi mereka
terhadap suatu peristiwa sejarah yang terjadi. Tujuan Historiografi kolonial
adalah semata-mata untuk memperkokoh kekuasaan Belanda di Indonesia.
3.
Historiografi Nasional
Historiografi
Nasional penulisan setelah Indonesia merdeka,bangsa Indonesia berusaha untuk
menulis sejarah nasionalnya sendiri.
Ø Ciri-ciri Historiografi Nasional
1.
Memanfaatkan semua sumber sejarah baik yang bersal dari penulisan sejarah
tradisional (karya bangsa Indonesia) maupun sumber-sumber yang berasal dari
pemerintah kolonial untuk melakukan rekontruksi ulang menjadi sejarah nasional
yang berorientasi kepada kepentingan nasional.
2.
Objek penelitian sejarah nasional meliputi berbagai aspek dengan menggunakan
pendekatan multidemensional, baik aspek ekonomi,politik, ideologi, sosial
budaya, sistem kepercayaan.
3.
Lebih mengutamakan kepentingan nasional Indonesia atau bersifat
Indonesia-sentris.
Ø Tujuan Historiografi Nasional
1.
Untuk memberikan legitimasi pada keberadaan bangsa Indonesiasebagai bangsa yang
merdeka.
2.
Untuk menunjukkan jati dirinya sebagai bangsa yang sederajat dengan
bangsa-bangsa lain di dunia.
3.
Untuk memberikan pendidikan nasionalisme kepada generasi muda sebagai warga
negara dan sebagai penerus bangsa.
2.5. Fungsi Historiografi
1. Fungsi Genetis
fungsi Genetis untuk mengungkapkan
bagaimana asal usul dari sebuah peristiwa. Fungsi ini terlihat pada sejumlah
penulisan sejarah seperti Babad Tanah Jawi, Sejarah Melayu, dan Prasasti Kutai.
2. Fungsi Didaktis
Fungsi Didaktis merupakan fungsi
yang mendidik artinya dalam karya-karya sejarah banyak memuatpelajaran, hikmah
dan suri teladan yang penting bagi para pembacanya.
3. Fungsi Pragmatis
fungsi yang berkaitan dengan upaya
untuk melegitimasi suatu kekuasaan agar terlihat kuat dan berwibawa.
2.6. Tujuan Historiografi
1. Sekedar kenangan pribadi untuk keluarga.
2. Koreksi atau pembelaan peranan sendiri
atau golongan.
3. Kisah kepahlawanan.
4. Sebagai apologi atau kepentingan
pendidikan.
G. Prinsip-Prinsip Historiografi
1. Kejadian diceritakan secara kronologis,
dari awal sampai akhir.
2. Ada penentuan fakta kausal (penyebab dan
akibat)
3. Perlu adanya periodisasi berdasarkan
kriteria tertentu.
4. Perlu adanya seleksi terhadap peristiwa
sejarah.
5. Memerlukan episode-episode tertentu.
6. Bila bersifat deskriptif maka perlu
proses mengurutkan peristiwa.
7. Bersifat deskriptif analitis.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Historiografi adalah tahap akhir
dari penelitian sejarah yaitu penulisan sejarah, yang dimana telah melalui
proses-proses sebelumnya, seperti heuristik, verifikasi, interpretasi.
Historiografi
terbagi-bagi lagi beberapa jenis, yaitu:
1.
Historiografi tradisional merupakan penulisan sejarah yang dalam penulisannya
masih terpengaruh oleh istana sentris,
raja sentris, dan masih bersifat kedaerahan.
2.
Historiografi nasional merupakan penulisan sejarah yang mendeskripsikan
perjuangan bangsa indonesia melawan penjajah.
3.
Historiografi kolonial merupakan penulisan sejarah yang dalam penulisannya
dipengaruhi oleh Eropa sentris.
Fungsi-fungsi
dari historiografi ialah:
1.
Fungsi Genetis
fungsi
Genetis untuk mengungkapkan bagaimana asal usul dari sebuah peristiwa. Fungsi
ini terlihat pada sejumlah penulisan sejarah seperti Babad Tanah Jawi, Sejarah
Melayu, dan Prasasti Kutai.
2.
Fungsi Didaktis
Fungsi
Didaktis merupakan fungsi yang mendidik artinya dalam karya-karya sejarah
banyak memuat pelajaran, hikmah dan suri teladan yang penting bagi para
pembacanya.
3.
Fungsi Pragmatis
fungsi
yang berkaitan dengan upaya untuk melegitimasi suatu kekuasaan agar terlihat kuat
dan berwibawa.
DAFTAR
PUSTAKA
Cahyadi,
Irwan. (2012). Pengertian dan Kajian Historiografi. [Online].
Tersedia:
http://irwan-cahyadi.blogspot.com/2012/05/pengertian-dan-kajian-historiografi.
html [19 November 2012].
Syafri
Tanjung, Arby. (2010). Metodelogi Historiografi Sejarah. Skripsi Sarjana pada
Alumni Jurusan Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Medan: Online.
Tersedia:
http://pussisunimed.wordpress.com/2010/02/05/penulisan-sejarah-histojriografi-indonesia/
html [19 November 2012]
Komentar
Posting Komentar